Perlu adanya pematangan Entitas peradaban UIN untuk menjadi dan merancang sebuah Flatform bersama yang dikomandoi oleh Rektor terpilih. Segala macam program kerja, pelaksanaan dan hasil dari program tersebut bisa dirasakan oleh setiap elemen Civitas Akademika. Ada Segitigapenyeimbang dalam pengontrolan Flatform tersebutyang dimana ketiganya ini memiliki sebuah Afiliasi dari tali satu ke tali yang lainya. (Univesitas, Fakultas Dan Jurusan).
Prosedur segitiga tadi harus Melegitimasikan dirinya bahwa apa yang ia lakukan semata-mata untuk kepentingan bersama dan berusaha membawa nama baik UIN bandung ke kancah eksternal, kita berusaha harus bisa mengubah Paradigma atau Mindset orang lain. bahwa UIN terkenal dengan jago kandangnya. Melalui berbagai gebrakan terbaru.
Secara subtansi ketiganya ini sangatlah vital untuk mentransformasikan UIN menjadi UIN yang baru diatas tangan yang berwajah barupula. Setelah ada transformasi IAIN menuju UIN, Kini selayaknya transformasi tersebut perlu di bangun kembali oleh tangan-tangan kreatif dan Inovatif. Sehingga, sepeti apa yang kita ketahui sekarang bahwa entitas politiklah yang dikedepankan sehingga lupa bahwa harus ada Entitas baru yang perlu kita bangun. Yaitu Entitas peradaban. Pelajaran kita dalam mengambil sebuah sikap hal berpolitik dan berdialektika sebagai kaum intelek, perlu dikaitkanya dengan pembelajaran kita dengan memajukan peradaban baru UIN Madani.
Mahasiswa Sebagai Aktor Penyeimbang
Jika kita membaca membaca buku gelombang ketiga karya Anis Matta, menyebutkan bahwa diera gelombang ketiga ini masyarakat menjdi aktor utama yang mengimbangi peran negara bahkan dalam maysrakat. dalam skala global dapat medesak gerak suatu negara, karena kenyataan dengan adanya keterhubungan (Connectedness) semua pihak.
Dalam konsep gelombang ketiga tersebut dapat kita korelasikan dengan dunia perkampusan, yang dinana peran mahasiswa dalam mengontrol berbagai Flatform petinggi pun pasti bisa Dilakukan dan ditopang oleh seluruh mahasiswa yang berperan aktif dalam dunia perkampusan maupun yang pasif. Sebagai aktor utama penyeimbang dunia perkampusan maka tugas mahasiswa adalah perlu adanya sebuah nilai idelaisme yang tepat dan perlu adanya sebuah kontribusi besar terhadap apa yang sedang terjadi/ ia hadapi. Dunia realitas akan membentuk kontruksi sosial peran mahasiswa untuk mengontrol semuanya.
Melampaui Idividualisme
Wajah baru mahasiswa diera modernitas saat ini merupakan nilai-nilai baru yang bersal dari sejarah IAIN menuju UIN (Tradisional To Modern)yang bertransformasi atas dasar menyambut masa depan dan atas dasar persaingan. Ada selintingan suara-suara nyaring yang mengatakan bahwa UIN kali ini tidak lagi UIN yang alami, islami dan insani namun menjadi UIN yang individualitik, munculnya gaya hidup baru, identitas baru dan manhaj baru. Rumusan itu sama sekali tidak salah, bahkan secara fakta sosial memang seperti itu ralitanya. Namun perlu kita fahami bersama bahwa dalam konteks perkembangan zamanlah yang patut kita telusuri. Dari sudut pandang manakah kita mengatakan hal tersebut. ternyata hal inilah yang menyebabkan sesuatu itu bisa terjadi.
Anis Matta menegaskan kembali, bahwa orang indonesia dalam gelombang ketiga ini sedang membangun nilai yang disebutnya Melampaui Individualisme (Trancending The Individualism). Dan inilah sebuah konsep gambaran bahwa mahasiswa UIN bandung sedang menunjukan dan membangun nilai-nilai barunya melalui berbagai karya dan inovasi terbaru. Sebuah misi yang lahir dari setiap individu yang kemudian melahirkan prestasi demi UIN madani.
Semangat berkolaborasi yang ditampakan melalui pelampauan individualisme sebagai sikap mahasiswa UIN bandung yang islami, ini disatukan oleh nilai-nilai universal (Study Keilmuan Setiap Individu).
Sekarang kita buka kembali lembaran-lembaran baru wujud dari sebuah produk yang bernama mahasiswa yang minta diakui, di perhatikan, diberikan haknya untuk bisa berkontribusi dan berimajinasi jauh lebih dalam mengarungi dan menikmati kampus tercintanya. dalam suatu kolaborasi antara ketiga segitiga tadi (Universitas, Fakultas Dan Jurusan). Maka sekarang tuntutan dalam lembaran kelam tadi kita hapus dengan nilai baru atas dasar kerterhubungan (Conectivity) yang merupakan karakteristik mahasiswa baru. Tindakan ini memungkinkan adanya sebuah kombinasi baru antara ekspresi individu yang bertemu dengan kolaborasi sosial.
Dalam membangun nilai baru ini jika kita implementasikan dan kita selaraskan dengan dunia pendidikan, maka sepatutnya mahasiswa bisa membangun jati dirinya dalam konteks program studinya masing-masing. Keilmuan inilah yang akan menimbulakn sebuah Entitas baru melaui berbagai prestasi yang telah ia geluti. Kemudian pendidikan ini akan mengahasilakn produk para intelek yang berkarakter sesuai dengan apa-apa yang dicita-citakan Suko guru kita semua yaitu kihajra dewantara. Melalui tiga wujud masyarakat, keluarga dan pendidikan. Proses evolusi ini perlu adanya dukungan dari berbagai pihak.
Seperti tadi dikatan dengan konsep segitiga, Universitas sebagai nama dan lembaga tertinggi dalam sebuah perguruan tinggi harus bisa menghantarkan para penghuninya kepada dunia luar, sekarang fakultas harus bisa mengkomadoi para mahasiswanya yang berprestasi maupun yang sedang berproses, agar bisa terlibat dalam berbagai kegitan universitas dan bisa mengarahakan jurusan yang terdapat dalam sebuah fakultas. Jadi ketiga saling menghantarkan satu sama lain agar tercipta satu equlibrium yang matang.
Pergeseran nilai melaui tranformasi telah mencirikan apa-apa yang menjadi identitas pada setiap masanya. Dalam teori Daniel Bell menegaskan mengenai perubahan masyarakat dan ramalan sosial bahwa dunia akan saling berganti dan berputar, pergeseran masyarakat pra industri, industri dan post industri pada masyarakat amerika seperti apakah sebenarnya hambatan/ rintangan yang dirasakan oleh masyarakat.
Jika dikaitkan dengan teori struktural fungsional talcot parson bahwa mahasiswa merupakan suatu sistem sosial yang terdiri atas bagian-bagian atau elemen yang saling berkaitan dan saling menyatu dalam keseimbangan. Masyarakat (mahasiswa) harus bisa menyesuaikan dengan sistem sosial agar bisa tetap Survive (bertahan).Ini menandakan perlu adanya penyesuaian zaman.
Model Mahasiswa Baru UIN Bandung
Sejarah mencatat terhadap perubahan IAIN menuju UIN bandung yang secara alot berjalan terus merangkak menuju suatu titik keseimbangan untuk mencapai ilmu pengetahuan, ilmu agama dan kesejatreraan yang berdampak terstruktur dan jangka panjang. Meningkatnya peminat produktif dan non-produktif yang melampaui batas ketentuan dari tahun ketahunya dengan bermunculan fakultas baru, jurusan baru yang dimana berusaha menyesuaikan permintaan pasar (keilmuan non agama/ umum) seperti FISIP, PSIKOLOGI SAINTEK dll. Ini membuktikan bahwa transformasi tersebut telah berhasil walaupun dihiasi dengan bumbu-bumbu kapitalisme
Ini adalah momentum langka yang perlu dijaga oleh setiap eleman (segitiga) untuk menentukan arah perubahan dan arah penentuan peradaban kedalam jalur cepat lahirnya kampus yang madani, islami dan beradab.
Proses perjalan panjang untuk merokonsiliasi kampus islami ini, perlu adanya orang-orang yang gigih dalam berjuang sehingga mangahsilakn nilai-nilai model dan karakter mahasiswa baru. Yang bersendikan agama (yang memberikan orientasi), sementara pengetahuan menjadi pemberdaya (Enabler),kesejahteraan yang awalnya hasil dari pengetahuan kini berubah menjadi faktor katalis agar mahasiswa makin berklualitas hidupnya, termasuk dalam hal spiritual. Kemuadian UIN bandung akan mengahsilkan lulusan dan membangun mahasiswa yang religius, berpengetahuan dan sejahtera.
*Penulis Adalah Mahasiswa Semester Empat, Jurusan Sosiologi F Fisip Uin Bandung.